Semua orang pernah mengalami yang namanya cinta monyet. Walau terdengar lucu dan seolah remeh, cinta ini justru sering menjadi bagian yang paling membekas dalam hidup kita. Cinta monyet bukan tentang kedewasaan atau keseriusan, tapi tentang ketulusan, kejujuran, dan perasaan polos yang muncul tanpa beban.
Cinta itu datang tanpa rencana. Mungkin karena sering sekelas, duduk berdekatan, atau cuma karena sering pinjam penghapus. Sederhana, tapi efeknya bisa bikin kita salah tingkah, malu-malu kucing, bahkan deg-degan cuma karena namanya disebut guru saat absen.
Meski sekarang kita sudah dewasa, punya pasangan, mungkin bahkan sudah menikah, cinta monyet tetap jadi kenangan manis yang sulit dilupakan.
Dimulai dari Hal yang Sederhana
Cinta monyet biasanya dimulai dari hal yang benar-benar sepele. Bisa karena teman sekelas punya les yang sama, atau teman sebangku yang suka berbagi makanan ringan. Rasa itu tumbuh dari interaksi kecil, seperti dia tersenyum saat kita sedang ngomel karena PR, atau ketika dia membantu menyalin catatan yang tertinggal.
Dari situlah muncul perasaan aneh yang sulit dijelaskan. Jantung berdebar setiap kali berdekatan, ingin duduk di sebelahnya saat piket kelas, atau sengaja datang lebih pagi biar bisa ngobrol duluan sebelum guru datang. Walau hanya bisa ngobrol sebentar, rasanya sudah cukup untuk bikin hati senang seharian.
Surat-Surat Rahasia dan Curhatan di Buku Diary
Salah satu ciri khas cinta monyet adalah ekspresi rasa yang sederhana. Zaman dulu, surat cinta jadi media favorit. Tulisan tangan di sobekan kertas, diselipkan di buku atau laci meja. Isinya? Biasanya cuma “Aku suka kamu” atau “Kamu cantik hari ini” lengkap dengan emotikon buatan sendiri.
Kalau tidak berani menyatakan langsung, perasaan itu dilampiaskan dalam bentuk curhatan di buku diary. Kadang ditulis penuh semangat, kadang sambil menangis diam-diam karena cemburu dia dekat dengan orang lain. Lucunya, cinta itu hanya dinikmati sendiri, tanpa tahu apakah dia juga punya rasa yang sama.
Cemburu Tapi Gak Punya Hak
Cinta monyet juga penuh drama kecil. Saat dia dekat dengan teman lain, muncul rasa cemburu yang susah dijelaskan. Tapi karena belum pacaran, tidak punya alasan buat marah atau menuntut. Akhirnya hanya bisa curhat ke sahabat, atau mendadak menjauh tanpa alasan.
Rasa cemburu itu justru menunjukkan betapa besar perhatian yang disimpan. Walau belum punya status, tapi hati sudah menganggap dia “spesial”. Hal-hal kecil seperti itu yang membuat cinta monyet jadi sangat berkesan, karena kita belajar tentang rasa memiliki tanpa benar-benar memilik.
Janji Anak Sekolah yang Manis
Di masa itu, banyak janji-janji manis yang diucapkan, seperti “nanti kita kuliah bareng ya” atau “kalau udah besar kita nikah”. Kedengarannya konyol sekarang, tapi waktu itu semua terasa mungkin. Dunia masih kecil, dan kita percaya bahwa cinta cukup untuk membuat semuanya berjalan sesuai harapan.
Tapi waktu terus berjalan, dan perlahan kita terpisah. Ada yang pindah sekolah, ada yang berhenti komunikasi, atau hanya sekadar hilang karena kesibukan masing-masing. Namun janji-janji manis itu tetap tersimpan rapi dalam memori, bukan untuk ditepati, tapi untuk dikenang.
Kenangan yang Muncul Saat Dewasa
Ketika sudah dewasa dan menjalani hidup dengan kesibukan yang lebih kompleks, tiba-tiba muncul memori lama yang membawa kita kembali ke masa cinta monyet. Mungkin saat melihat kembali foto album sekolah, atau bertemu kembali dengannya di media sosial.
Rasa itu datang tanpa aba-aba. Kita senyum sendiri mengingat betapa polosnya dulu kita jatuh cinta. Betapa bahagianya hanya dengan ditanya, “Kamu udah makan?” atau dikasih sepotong roti saat istirahat. Walau sekarang hubungan itu mungkin sudah tak relevan, tapi perasaan hangatnya tetap terasa.
Cinta yang Tidak Harus Jadi
Cinta monyet memang bukan untuk dimiliki. Kebanyakan tidak berakhir di pelaminan. Tapi bukan berarti cinta itu sia-sia. Justru dari situlah kita belajar banyak tentang rasa, tentang menghargai orang lain, tentang pentingnya kejujuran, dan juga tentang bagaimana rasanya patah hati pertama kali.
Bukan karena hubungan itu gagal, tapi karena memang cinta monyet adalah bagian dari proses tumbuh dewasa. Kita belajar untuk lebih kuat, lebih bijak, dan lebih memahami bahwa tidak semua yang kita inginkan akan menjadi milik kita.
Cinta Monyet Tetap Abadi di Ingatan
Tak peduli sudah sejauh apa kita berjalan dalam hidup, cinta monyet tetap punya ruang di hati. Ia hadir sebagai kenangan yang tidak bisa diganti. Cinta yang tidak dibumbui kepentingan, tidak diukur oleh materi, dan tidak disakiti oleh ekspektasi. Hanya rasa suka yang jujur dan apa adanya.
Mungkin kita tertawa ketika mengenangnya, atau sedikit terharu saat menyadari bahwa kita pernah mencintai seseorang dengan tulus tanpa meminta apapun kembali. Cinta monyet mengajarkan bahwa bahagia itu sederhana, cukup dengan hadirnya seseorang yang membuat hari-hari sekolah menjadi lebih menyenangkan.
Dan meskipun waktu tidak mempertemukan kita kembali dengannya, tidak apa-apa. Karena cinta monyet tidak butuh akhir yang indah, cukup menjadi kenangan yang indah.
Baca Juga: madrid778
Leave a Reply