Cinta bisa datang dari arah yang paling tidak terduga. Tidak semua orang merencanakan dengan siapa mereka akan jatuh cinta. Kadang, seseorang bisa jatuh hati pada teman sebaya. Kadang pula, cinta datang dalam bentuk yang tak biasa—seperti wanita muda yang justru menemukan hatinya tertambat pada pria yang jauh lebih tua, bahkan seumuran dengan pamannya sendiri. Di lingkungan sehari-hari, pria dewasa seperti itu kerap dipanggil “om”, sebuah panggilan yang menyiratkan jarak usia. Tapi siapa sangka, justru di antara perbedaan usia itu, benih-benih cinta bisa tumbuh dengan tulus.
Dari Rasa Kagum Menjadi Cinta
Awalnya mungkin hanya rasa kagum. Seorang pria dewasa biasanya punya pembawaan yang berbeda dari pria muda seusia wanita tersebut. Ia lebih tenang, sabar, dan pandai membawa diri. Dalam obrolan, ia cenderung lebih bijaksana dan tidak terburu-buru. Tak heran jika wanita muda yang masih mencari arah hidupnya merasa nyaman di dekatnya. Di balik panggilan “Om” yang mungkin terasa jenaka bagi sebagian orang, ada rasa hormat, kekaguman, dan perlahan—ketertarikan.
Lama-kelamaan, perasaan itu berubah menjadi lebih dalam. Wanita muda itu bukan lagi hanya kagum, tapi mulai merindukan kehadirannya, merasa aman saat berbicara dengannya, dan lebih terbuka membicarakan hal-hal yang bahkan tak ia ceritakan pada teman-temannya. Ia mulai merasakan cinta yang tenang, bukan cinta yang meledak-ledak seperti di masa remaja. Cinta ini lebih dalam, lebih dewasa, meskipun datang dari dirinya yang masih muda.
Antara Cinta dan Stigma
Hubungan seperti ini tidak mudah dijalani. Banyak tekanan datang, bukan dari dalam hati, melainkan dari luar—keluarga, teman, bahkan masyarakat sekitar. Ketika seorang wanita muda jatuh cinta pada pria yang jauh lebih tua, apalagi dengan sebutan “Om”, banyak yang langsung menilai buruk. Mereka berpikir bahwa hubungan itu hanya berdasarkan ketimpangan: pria tua dengan harta dan kekuasaan, wanita muda dengan penampilan dan kemudaan.
Padahal, tidak semua kisah seperti itu. Banyak hubungan yang justru dibangun di atas fondasi kejujuran dan ketulusan. Wanita muda yang jatuh cinta bukan karena mobil atau saldo ATM, tapi karena perasaan aman, didengar, dan dihargai. Sementara si pria, yang mungkin awalnya enggan, akhirnya menyerah pada pesona si gadis yang hangat, cerdas, dan penuh semangat hidup.
Namun tentu saja, menjalani hubungan ini berarti harus kuat mental. Mereka harus siap menghadapi komentar sinis dan tatapan tajam. Di sinilah ketulusan cinta diuji—apakah perasaan itu cukup kuat untuk bertahan di tengah badai penilaian.
Pria Dewasa, Cinta yang Lebih Terarah
Berbeda dengan pria muda yang masih sering bermain-main, pria yang lebih tua biasanya sudah tahu apa yang ia cari dalam hubungan. Ia tidak lagi tertarik pada permainan tarik-ulur atau sekadar menjalin kedekatan tanpa arah. Ketika ia memutuskan untuk mencintai, itu karena ia benar-benar melihat masa depan dalam hubungan tersebut.
Bagi wanita muda, hal ini bisa sangat melegakan. Tidak ada drama berlebihan, tidak ada ketidakpastian. Semua dijalani dengan keterbukaan dan komunikasi yang jujur. Cinta dengan pria dewasa terasa seperti pulang—hangat, tenang, dan membangun. Hubungan ini pun tak melulu tentang romansa, tapi juga tentang pembelajaran, bimbingan, dan tumbuh bersama.
Perbedaan Usia, Perbedaan Nilai
Perbedaan usia jelas membawa perbedaan perspektif. Apa yang lucu bagi wanita muda, mungkin terasa kekanak-kanakan bagi pria yang telah melewati banyak fase kehidupan. Tapi di sanalah letak indahnya hubungan ini—mereka saling belajar. Si pria belajar melihat hidup dengan lebih ringan, tertawa lagi seperti dulu. Sementara si wanita belajar untuk melihat hidup dengan lebih matang dan terarah.
Mereka saling menyesuaikan, saling memahami ritme hidup satu sama lain. Tidak mudah, tentu. Tapi dalam proses itu, mereka membangun hubungan yang kuat, penuh kompromi, dan semakin dalam rasa cintanya.
Cinta Tak Harus Sesuai Ekspektasi Orang
Sering kali, cinta yang tulus tidak datang sesuai ekspektasi. Kita membayangkan pasangan ideal itu harus sebaya, punya banyak kesamaan, dan disetujui oleh semua orang. Tapi hidup tidak selalu berjalan seperti skenario yang kita buat. Kadang, cinta datang dalam wujud yang membuat kita bertanya: “Mengapa dia?” Tapi justru dari pertanyaan itu, kita belajar bahwa cinta bukan tentang menyenangkan orang lain, melainkan tentang menemukan kedamaian di dalam diri kita sendiri.
Wanita muda yang jatuh cinta pada “Om” mungkin akan terus menerima sindiran. Tapi jika ia bahagia, merasa dicintai dan dihargai, mengapa tidak? Selama hubungan itu sehat, saling menghargai, dan tidak merugikan siapa pun, maka cinta itu layak dijaga dan diperjuangkan.
Baca Juga: Perjalanan Penuh Perasaan dan Pembelajaran
Leave a Reply